UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a.
bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas Nasional;
b.
bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula
keselamatannya;
c.
bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
effisien;
d.
bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina
norma-norma perlindungan kerja;
e.
bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang
memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;
Mengingat
:
1.
Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No.
55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912);
Dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong.
MEMUTUSKAN
:
1.
Mencabut : Veiligheidsreglement Tahun 1910 (Stbl. No. 406),
2.
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESELAMATAN KERJA.
BAB
I.
TENTANG
ISTILAH-ISTILAH
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1)
“tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja
ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
(2)
“pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3)
“pengusaha” ialah :
a.
orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan
untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b.
orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha
bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c.
orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar
Indonesia.
(4)
“direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang-undang ini;
(5)
“pegawai pengawas” ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen
Tenaga Kerja;
(6)
“ahli keselamatan kerja” ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi
ditaatinya Undang-undang ini.
BAB
II.
RUANG
LINGKUP
Pasal
2.
(1)
Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana
:
a.
dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, mekanik.
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b.
dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut
atau disimpan
bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuh tinggi;
c.
dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan,
saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan
pekerjaan persiapan;
d.
dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e.
edilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan
atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f.
dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g.
dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun
atau gudang;
h.
dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i.
dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j.
dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k.
dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l.
dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m.
terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas,
hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n.
dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o.
dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau
telepon;
p.
dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q.
dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan
listrik, gas, minyak atau air;
r.
diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya
yang memakai peralatan, instalasi listrik atau
(3)
Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja,
ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan
keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau
lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB
III.
SYARAT-SYARAT
KESELAMATAN KERJA.
Pasal
3.
(1)
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.
mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b.
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.
mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d.
memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.
memberi pertolongan pada kecelakaan;
f.
memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g.
mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan
getaran;
h.
mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun
psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i.
memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j.
menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k.
menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.
memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m.
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n.
mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o.
mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p.
mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
q.
mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r.
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2)
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah
perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian
hari.
Pasal
4.
(1)
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan
aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2)
Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup
bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat
perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan,
pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat
produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan
tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3)
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam
ayat (1) dan (2) : dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang
berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
BAB
IV.
PENGAWASAN
Pasal
5.
a.
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para
pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan
langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
b.
Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal
6.
(1)
Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan
banding kepada Panitia Banding.
(2)
Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding
dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(3)
Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal
7.
Untuk
pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi
menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal
8.
(1)
Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan
fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai
dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2)
Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan oleh direktur.
(3)
Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.
BAB
V.
PEMBINAAN.
Pasal
9.
(1)
Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang :
a.
Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerjanya;
b.
Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerjanya;
c.
Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d.
Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2)
Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia
yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syaratsyarat tersebut di atas.
(3)
Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang
berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam
pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4)
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankannya.
BAB
VI.
PANITIA
PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal
10.
(1)
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja-sama, saling pengertian dan
partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam
tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2)
Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB
VII.
KECELAKAAN.
Pasal
11.
(1)
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2)
Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam
ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
BAB
VIII.
KEWAJIBAN
DAN HAK TENAGA KERJA.
Pasal
12.
Dengan
peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
a.
Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
ahli keselamatan kerja;
b.
Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c.
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan;
d.
Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan;
e.
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
BAB
IX.
KEWAJIBAN
BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA.
Pasal
13.
Barangsiapa
akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk
keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB
X.
KEWAJIBAN
PENGURUS.
Pasal
14.
Pengurus
diwajibkan :
a.
a.Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai
Undang undang ini dan semua peraturan
pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b.
b.Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;
c.
Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang
lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk
yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB
XI.
KETENTUAN-KETENTUAN
PENUTUP.
Pasal
15.
(1)
Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.
(2)
Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana
atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3)
Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal
16.
Pengusaha
yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang
ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah
Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut
atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal
17.
Selama
peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini
belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada
waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal
18.
Undang-undang
ini disebut “UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA” dan mulai berlaku pada hari
diundangkan.
Agar
supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
Pada
tanggal 12 Januari 1970.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO.
Jenderal
T.N.I.
Diundangkan
di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1970.
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ALAMSJAH
Mayor
Jenderal T.N.I.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
NOMOR 1 TAHUN 1970
TENTANG
KESELAMATAN KERJA.
PENJELASAN
UMUM
Veiligheidsreglement
yang ada sekarang dan berlaku mulai 1910 (Stbl. No. 406) dan semenjak itu di
sana-sini mengalami perobahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berarti,
ternyata dalam banyak hal sudah terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai
dengan perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja lainnya dan
perkembangan serta kemajuan teknik, teknologi dan industrialisasi di Negara
kita dewasa ini dan untuk selanjutnya. Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat
baru dan sebagainya yang serba pesik banyak dipakai sekarang ini, bahan-bahan
tehnis baru banyak diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan
elektrifikasi diperluas di mana-mana.
Dengan
majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam
kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasionil dan
tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara
intensief pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal
lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan
menjadi sebab terjadinya kecelakaan.
Bahan-bahan
yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawatpesawat dan sebagainya
yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan dan
latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru,
senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja.
Maka dapatlah difahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan
kerja yang maju dan tepat.
Selanjutnya
dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang
merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan
kegairahan bekerja pada tenaga-kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat
mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
Pengawasan
berdasarkan Veiligheidsreglement seluruhnya bersifat repressief.
Dalam
Undang-undang ini diadakan perobahan prinsipiil dengan merobahnya menjadi lebih
diarahkan pada sifat preventief.
Dalam
praktek dan pengalaman dirasakan perlu adanya pengaturan yang baik sebelum
perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel didirikan, karena
amatlah sukar untuk merobah atau merombak kembali apa yang telah dibangun dan
terpasang di dalamnya guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang
bersangkutan.
Peraturan
baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyak mendapatkan perobahan-perobahan
yang penting, baik dalam isi, maupun bentuk dan sistimatikanya. Pembaruan dan
perluasannya adalah mengenai :
1.
Perluasan ruang lingkup.
2.
Perobahan pengawasan repressief menjadi preventief.
3.
Perumusan teknis yang lebih tegas.
4.
Penyesuaian tata-usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.
5.
Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi management dan Tenaga
Kerja.
6.
Tambahan pengaturan mendirikan Panitya Pembina Keselamatan Kerja dan Kesehatan
Kerja.
7.
Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.
PENJELASAN
PASAL DEMI PASAL.
Pasal
1.
Ayat
(1).
Dengan
perumusan ini ruang lingkup bagi berlakunya Undang undang ini jelas ditentukan
oleh tiga unsur:
1
Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha,
2
Adanya tenaga kerja yang bekerja disana,
3
Adanya bahaya kerja ditempat itu.
Tidak
selalu tenaga kerja harus sehari-hari bekerja dalam sesuatu tempat kerja.
Sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu harus memasuki ruangan-ruangan
untuk mengontrol, menyetel, menjalankan instalasi-instalasi, setelah mana
mereka keluar dan bekerja selanjutnya di lain tempat. Instalasi-instalasi itu
dapat merupakan sumber-sumber bahaya dan dengan demikian haruslah memenuhi
syarat-syarat keselamatan kerja yang berlaku baginya, agar setiap orang
termasuk tenaga kerja yang memasukinya dan atau untuk mengerjakan sesuatu
disana, walaupun untuk jangka waktu pendek, terjamin keselamatannya. Instalasi-instalasi
demikian itu misalnya rumah-rumah, transformator, instalasi pompa air yang
setelah dihidupkan berjalan otomatis, ruangan-ruangan instalasi radio, listrik
tegangan tinggi dan sebagainya.
Sumber
berbahaya adakalanya mempunyai daerah pengaruh yang meluas. Dengan ketentuan
dalam ayat ini praktis daerah pengaruh ini tercakup dan dapatlah diambil
tindakan-tindakan penyelamatan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin
kepentingan umum.
Misalnya
suatu pabrik dimana diolah bahan-bahan kimia yang berbahaya dan dipakai serta
dibuang banyak air yang mengandung zat-zat yang berbahaya. Bila air buangan
demikian itu dialirkan atau dibuang begitu saja ke dalam sungai maka air sungai
itu menjadi berbahaya, akan dapat mengganggu kesehatan manusia, ternak ikan dan
pertumbuhan tanam-tanaman.
Karena
itu untuk air bungan itu harus diadakan penampungannya tersendiri atau
dikerjakan pengolahan terdahulu, dimana zat-zat kimia di dalamnya dihilangkan
atau dinetraliseer, sehingga airnya itu tidak berbahaya lagi dan dapat dialirkan
kedalam sungai.
Dalam
pelaksanaan Undang-undang ini dipakai pengertian tentang tenaga kerja
sebagaimana dimuat dalam Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja, maka dipandang tidak perlu di muat definisi itu dalam
Undang-undang ini.
Usaha-usaha
yang dimaksud dalam Undang-undang ini tidak harus selalu mempunyai motif
ekonomi atau motif keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti
perbengkelan di Sekolah-sekolah teknik, usaha rekreasi-rekreasi dan di rumah-rumah
sakit, di mana dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang
berbahaya.
Ayat
(2) Cukup jelas.
Ayat
(3) Cukup jelas.
Ayat
(4) Cukup jelas.
Ayat
(5) Cukup jelas.
Ayat
(6).
Guna
pelaksanaan Undang-undang ini diperlukan pengawasan dan untuk ini diperlukan
staf-staf tenaga-tenaga pengawas yang kuantitatief cukup besar serta bermutu.
Tidak
saja diperlukan keahlian dan penguasaan teoritis bidang-bidang spesialisasi
yang beraneka ragam, tapi mereka harus pula mempunyai banyak pengalaman di bidangnya.
Staf
demikian itu tidak didapatkan dan sukar dihasilkan di Departemen Tenaga Kerja
saja.
Karena
itu dengan ketentuan dalam ayat ini Menteri Tenaga Kerja dapat menunjuk
tenaga-tenaga ahli dimaksud yang berada di Instansi-instansi Pemerintah dan atau
Swasta untuk dapat memformeer Personalia operasionil yang tepat.
Maka
dengan demikian Menteri Tenaga Kerja dapat mendesentralisir pelaksanaan
pengawasan atas ditaatinya Undang-undang ini secara meluas, sedangkan POLICY
NASIONALNYA tetap menjadi TANGGUNG-JAWABNYA dan berada di tangannya, sehingga
terjamin pelaksanaannya secara SERAGAM dan SERASI bagi seluruh Indonesia.
Pasal
2.
Ayat
(1).
Materi
yang diatur dalam Undang-undang ini mengikuti perkembangan masyarakat dan
kemajuan teknik, teknologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan
perkembangan proses industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan
Nasional Selanjutnya akan dikeluarkan peraturan-peraturan organiknya,
terbagi baik atas dasar pembidangan teknis maupun atas dasar pembidangan industri
secara sektoral. Setelah Undang-undang ini, diadakanlah Peraturan-peraturan
perundangan Keselamatan Kerja bidang Listrik, Uap, Radiasi dan sebagainya, pula
peraturan perundangan Keselamatan Kerja sektoral, baik di darat, di laut maupun
di udara.
Ayat
(2).
Dalam
ayat ini diperinci sumber-sumber bahaya yang dikenal dewasa ini yang bertalian
dengan:
1.
Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya,
bahan-bahan dan sebagainya.
2.
Lingkungan,
3.
Sifat pekerjaan.
4.
Cara kerja.
5.
Proses produksi.
Ayat
(3).
Dengan
ketentuan dalam ayat ini dimungkinkan diadakan perubahan-perobahan atas
perincian yang dimaksud sesuai dengan pendapatan-pendapatan baru kelak kemudian
hari, sehingga Undang-undang ini, dalam pelaksanaannya tetap berkembang.
Pasal
3.
Ayat
(1).
Dalam
ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran secara konkrit yang harus
dipenuhi oleh syarat-syarat keselamatan kerja yang akan dikeluarkan.
Ayat
(2). Cukup jelas.
Pasal
4.
Ayat
(1).
Syarat-syarat
keselamatan kerja yang menyangkut perencanaan dan pembuatan diberikan
pertama-tama pada perusahaan pembuata atau produsen dari barang-barang
tersebut, sehingga kelak dalam pengangkutan dan sebagainya itu barang-barang
itu sendiri tidak berbahaya bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan bagi umum,
kemudian pada perusahaan-perusahaan yang memperlakukannya selanjutnya yakni
yang mengangkutnya, yang mengedarkannya, memperdagangkannya, memasangnya,
memakainya atau mempergunakannya, memeliharanya dan menyimpannya. Syarat-syarat
tersebut di atas berlaku pula bagi barang-barang yang didatangkan dari luar
negeri.
Ayat
(2). Dalam ayat ini ditetapkan secara konkrit ketentuan-ketentuan
yang
harus dipenuhi oleh syarat-syarat yang dimaksud.
Ayat
(3). Cukup jelas.
Pasal
5 Cukup jelas.
Pasal
6. Cukup jelas. Panitia Banding ialah Panitia Teknis, yang
anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan.
Pasal
7. Cukup jelas.
Pasal
8. Cukup jelas.
Pasal
9. Cukup jelas.
Pasal
10.
Ayat
(1).
Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertugas memberi pertimbangan dan dapat
membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam,perusahaan yang
bersangkutan serta dapat memberikan penjelasan dan penerangan efektif pada para
pekerja yang bersangkutan.
Ayat
(2).
Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu Badan yang terdiri dari
unsur-unsur penerima kerja, pemberi kerja
dan
pemerintah (tripartite).
Pasal
11. Cukup jelas.
Pasal
12. Cukup jelas.
Pasal
13.
Yang
dimaksud dengan barang siapa ialah setiap orang baik yang bersangkutan maupun
tidak bersangkutan dengan pekerjaan di tempat kerja itu.
Pasal
14. Cukup jelas.
Pasal
15. Cukup jelas.
Pasal
16. Cukup jelas.
Pasal
17.
Peraturan-peraturan
Keselamatan Kerja yang ditetapkan berdasarkan veiligheidsreglement 1910
dianggap ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan
dengannya.
Pasal
18. Cukup jelas